pengertian tentang hijab




Jilbāb (Arab: جلباب ) adalah busana muslim terusan panjang menutupi semua badan kecuali tangan, kaki, dan wajah yang lazim dikenakan oleh para wanita muslim. Penggunaan variasi baju ini berkaitan dengan bimbingan syariat Islam untuk menggunakan baju yang menutup aurat atau diketahui dengan istilah hijab. Sementara kerudung sendiri di dalam Al-Qur'an disebut dengan istilah khumur, sebagaimana terdapat pada surat An Nuur ayat 31:

“ Hendaklah mereka menutupkan khumur (kerudung-nya) ke dadanya. (An Nuur :31) ”

Etimologi
Secara etimologis, jilbab berasal dari bahasa arab jalaba yang berarti menghimpun atau membawa.[1] Istilah jilbab diaplikasikan pada negeri-negeri berpenduduk muslim lain sebagai jenis baju dengan penamaan berbeda-beda.[1] Di Iran disebut chador, di India dan Pakistan disebut pardeh, di Libya milayat, di Irak abaya, di Turki charshaf, dan tudung di Malaysia, sementara di negara Arab-Afrika disebut jilbab.[1]

Di Indonesia, penggunaan kata hijab dipakai secara luas sebagai busana kerudung yang menutupi sebagian kepala perempuan (rambut dan leher) yang dirangkai dengan pakaian yang menutupi tubuh kecuali telapak tangan dan kaki.[1] Kata ini masuk dalam lema Kamus Besar Bahasa Indonesia pada tahun 1990 beriringan dengan mulai populernya penggunaan hijab di kalangan muslimah perkotaan.[1] Dalam kosakata bahasa Indonesia menurut KBBI daring, hijab merupakan kerudung lebar yang diterapkan perempuan muslim untuk menutupi kepala dan leher hingga ke dada.[2] Secara umum mereka yang menutupi komponen itu disebut orang yang berhijab.[1]

Asal-masukan instruksi berjilbab
Awalnya istri-istri Nabi Muhammad tidak berhijab, dan tak pula Sang Nabi memerintahkan istri-istri beliau untuk mengenakannya. Pada suatu ketika, Umar bin Khattab memberi masukan supaya Nabi Muhammad menghijabi istri-istri beliau, namun hal itu tak dihiraukan oleh Sang Nabi. Di zaman Nabi Muhammad, jika istri-istri beliau berkeinginan buang air besar, mereka keluar pada waktu malam menuju daerah buang hajat yang berupa tanah lapang dan terbuka bernama Al-Manasi. Mengetahui hal tersebut, Umar yang demikian itu antusias supaya ayat hijab diwariskan malahan menunggu dikala salah satu istri Nabi akan membuang air besar, yang mana pada ketika itu adalah Saudah, lalu Umar berseru kepadanya,"Sungguh kami sudah mengenalmu duhai Saudah!". Takut akan hal itu terulang, Saudah bahkan melaporkan hal tersebut terhadap Nabi. Dan pengertian jilbab menurut islam tidak lama berselang ayat-ayat hijab pun diturunkan. Dan istri-istri Nabi kembali dibiarkan untuk buang air besar.[3][4][5]

Sejarah dan kontroversi penerapan hijab

Dunia
Di Turki pada bulan Desember 1934 Presiden Turki Mustafa Kemal Atatürk mengeluarkan pelarangan penerapan kain autentik pribumi (sebelumnya Turki diperintah oleh Kerajaan Ottoman) di negaranya.[6]
Di Iran pada tahun 1936 Shah Reza Pahlevi mengeluarkan perintah yang melarang penerapan semua format pakaian bernuansa Islami oleh perempuan di Iran.[7]
Di Turki pada 2006 seorang arkeolog pakar Sumeria bernama Muazzez Ilmiye Cig, dalam bukunya yang berjudul My Reactions as a Citizen, menyebut jilbab berkaitan dengan prostitusi pada masa peradaban Sumeria. Menurut Cig, asal masukan jilbab telah dilacak semenjak peradaban Sumeria di kawasan Mesopotamia (kini kawasan Irak tenggara) 5.000 tahun silam, jauh sebelum agama Islam hadir di dunia. Ketika itu, telah banyak perempuan yang mengenakan hijab. Umumnya, jilbab dipakai perempuan yang berprofesi di prostitusi di kuil-kuil untuk membedakannya dengan biarawati di kuil hal yang demikian. Akibat dari pernyataannya tersebut dia digugat di pengadilan Turki melainkan kesudahannya divonis bebas.[8]
Indonesia

Pada tahun 1983 perdebatan tentang pemakaian "jilbab" di sekolah antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Noegroho Notosoesanto yang kemudian ditanggapi oleh MUI, masih menggunakan kata kerudung.[9][10][1] Noegroho mengucapkan bahwa pelajar yang sebab suatu alasan merasa semestinya mengaplikasikan kerudung, pemerintah akan membantunya pindah ke sekolah yang seragamnya menerapkan kerudung.[10] Sebelumnya Menteri Pengajaran dan Kebudayaan juga mengadakan pertemuan khusus dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan menegaskan bahwa seragam wajib sama bagi semua orang berhubungan dengan tata tertibnya, sebab bila tak sama berarti bukan seragam.[10]

Di Indonesia pada Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka cetakan ke-7 tahun 1984 belum ada lema kata hijab, lema yang digunakan yakni kata yang belum populer di Indonesia (saat itu) ialah "jilbab" yang merujuk pada kain penutup aurat bagi perempuan muslim.[1]

Fatwa berhijab bagi para penganutnya
Menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albany kriteria jilbab yang benar harus menutup seluruh badan, kecuali wajah dan dua telapak, jilbab bukan ialah perhiasan, tidak tipis, tak ketat sehingga menunjukkan bentuk tubuh, tidak disemprot parfum, tak menyerupai pakaian kaum pria atau pakaian wanita-wanita kafir dan bukan yaitu baju untuk mencari popularitas.[11]

Pendapat yang sama sebagaimana dituturkan Ikrimah, jilbab itu menutup komponen leher dan mengulur ke bawah menutupi tubuhnya,[12] sementara komponen di atasnya ditutup dengan khimâr (kerudung)[13] yang juga diwajibkan, layak dengan salah satu ayat surah An-Nur 24:31, yang berbunyi:

“ Katakanlah terhadap wanita yang beriman: "Hendaklah mereka membendung pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) menonjol dari padanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menonjolkan perhiasannya selain kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai harapan (kepada wanita) atau anak-buah hati yang belum mengerti perihal aurat wanita... (QS an-Nur [24]: 31) ”
Anggapan ini dianut juga oleh Qardhawi sebagaimana dicantumkan pada kumpulan fatwa kontemporernya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *